Tuesday, March 14, 2006

Bali_3 Maret 2006_hari ke-2

Pagi ini terbangun di kamar 214… Rosani Hotel, Jl. Melasti - Legian. Hotel bintang 2 yang sama sekali mirip kost2an hehehe...sederhana kata suamiku. Suasana di luar agak mendung seperti habis hujan semalam, namun tidak mengurungkan semangat untuk mulai traveling keliling Pulau Dewata. Jadwal hari ini kita ke Kintamani. Selesai breakfast (yang ternyata hanya tersedia pilihan roti bakar, telur dadar/ceplok + margarin dan selai strawberry serta minum the/susu/kopi) aku dan mas sempet ng-drop beberapa pakaian untuk di loundry. Oya, ngomong2 soal sarapan tadi, mmm lucu juga dengan menu sarapan yang terbatas itu tidak hanya kita aja yang terheran2 tapi juga tamu2 Jepang yang datang ke restauran, maklum lah kami kan taunya hotel ini bintang 2 harusnya bisa menyajikan lebih dari yang ada… hehehe.. (ngarep kayak waktu nginep di Istana rama waktu honeymoon dulu ya? :) ) tapi ternyata cukup kenyang kok terutama setelah perut terisi segelas jus jeruk.

Tepat pukul 9 pagi, kami dijemput oleh seorang bapak berkumis cukup tebal travel dari harian yang telah kami telpon semalam, cukup murah juga untuk 12 jam tarifnya hanya Rp 275,000,-. Pa Putu, begitu ia memperkenalkan dirinya, merangkap guide sekaligus supir membawa kita b-5 nonton Barong di Batubulan. Giliran aku yang bayar karcis masuk untuk ber-5 harganya 250ribu…. Wah lumayan mahal bow! Tapi karena banyak sekali wisatawan asing yang selalu datang, sudah pasti harganya pasti bertahan. Seandainya harga untuk turis mancanegara dan domestik berbeda, pasti aku gak sekaget ini saat merogoh kantong … hehehe… Pertunjukan selama + 1 jam itu cukup menyita perhatian (pdahal ini kali ke-2 loh aku nonton tarian yang sama)… mungkin karena sibuk foto2 jadi tak terasa waktu cepat berlalu. Selesai pertunjukkan kami di beri kesempatan untuk erfoto berdampingan dengan Barong (simbol kebaikan).


Perjalanan berlanjut ke Celuk, daerah yang terkenal dengan kerajinan peraknya. Mami-Papi dan Sylva kayaknya semangat sekali hunting perhiasan perak. Aku dan mas tidak terlalu tertarik karena suda cukup dengan sepasang cincin kembar yang dulu pernah kami beli saat honeymoon. Lagipula banyak perhiasan perak yang kupunya (pemberian mas) yang masih bisa dipakai dan tak perlu yang baru.
Perjalanan selanjutanya melewati daerah Batuan. Seperti namanya disepanjang jalan raya yang kami susuri banyak sekali di jual patung2 batu berbagai bentuk dan gaya. Menurut Pak Putu, sang guide of the day, beberapa patung dengan material batu kehitaman itu buatan Jogja tapi dijual di Bali.

Aku jadi tertarik untuk membeli patung kayu,akhirnya sebelum tiba di daerah MAs yang terkenal dengan pengrajin kayu, Pak Putu membelokan mobil keluar jalur utama dan kami menyusuri jalan kecil lalu memasuki sebuah galeri yang asri. Werochana. Dari luar seperti sepi eh ternyata didalam ramai oleh para pekerja di workshopnya yang kecil. Beberapa pekerja sedang sibuk memahat, mengukir, mengamplas dan melapisi kayu dengan plitur. Kami disambut seorang penjaga galeri yang ramah. Setelah cukup puas melihat, bertanya dan menawar (tentunya hehehe…turis domestic dapat harga 30% dari harga dolar yang tertera di balik masing2 patung loh) akhirnya aku membayar sepasang patung pria-wanita (sejenis loro blonyo-nya Jogja) dengan harga 80ribu saja. Patungnya unik dengan gaya contemporer modern tapi dengan sentuhan etnik dilapisi batik sebagai gambar pakaian, benar2 membuat aku gak bisa gak membawanya pulang. Sembari menunggu mami yang masih menawar patung lainnya, aku menyempatkan diri juga untuk ngobrol sebentar dengan pengrajin2 di workshop sambil foto2 tentunya :). Seorang ibu yang mengklaim dirinya tante, bilang bahwa saat memulai mengukir/memahat kayu2 itu mereka tidak pernah menggambar polanya di atas kayu, tapi gambarnya diingat saja di kepala dan tangan merekalah pensil ajaib itu…hebat ya! Yang bikin kami tercengang, si tante butuh waktu 3-4 minggu untuk menyelesaikan detail patung itu. Ck ck ck…sekarang aku jadi paham deh kenapa harganya selangit…tapi memang pantas lah karya mereka dihargai semahal itu.

Perjalanan berlajut… kali ini melewati jalan raya beraspal yang masih kecil. Aku dan mas sepertinya tidak pernah melewati jalan2 ini sebelumnya. Di sepanjang jalan sering sekali kami jumpai galeri2 atau kios kecil yang banyak memajang patung2 kayu berbentuk berbagai jenis hewan. Aku sebenarnya sudah naksir patung jerap kontemporer yang pernah aku lihat semalam di Legian, akhirnya aku minta Pak Putu menepikan kendaraan dan aku pun langsung menyerbu masuk galeri kecil. Ooo ternyata itu bukan galeri, tapi semacam distributor yang menjualkan kerajinan patung dari pengrajin kepada toko2 di kota. Harganya benar2 jauuuuh dari harga di toko di Legian semalam. Untuk 1 set Jerapah yang terdiri dari 4 patung aku bisa beli dengan harga 90ribu saja. Padahal semalam aku tanya di Legian harga 1 Jerapah setinggi 120 cm itu harganya 200ribu. Dalam hati aku meloncat kegirangan! Mami dan Ade membeli 2 set patung bebek seharga 25ribu/set. Oya aku sempet beli patung kucing setinggi 30cm-an untuk Tari, anak buahku yang hobby piara kucing di rumahnya.

OK..sekarang perjalanan agak panjang menuju Kintamani, melewati Tampak Siring. Kami memutuskan langsung ke Kintamani karena jam sudah menunjukkan pukul 1 siang, waktunya makan. Sampai di atas, gerimis turun membasahi. Wah acara makan sambil lihat2 pemandangan Gunung dan Danau Batur dari balkon restaurant jadi terhalang karena kabut turun dan hujan semakin deras. Walau udara semakin dingin dan kami saltum (pakai yukensi dan celana pendek) kami tetap saja mengambil posisi meja makan paling pinggir di atas mulut lembah. Mmmm acara makan jadi semangat karena terus2an nambah hehehe… mumpung a'all u can eat' jadi kami cuek aja bolak/lik nambah lagi dan lagi. Aku paling demen makan sate ikan dan sate "haram" itu hehehe…. Si koki yang membakar sate tersebut dengan sopan dan hati2 menanyakan kalau2 pengunjung ada yang tidak tau kalau ada salah satu jenis sate yang tidak bisa di makan oleh umat beragama muslim. Setelah cukup puas dan kenyang kami melanjutkan perjalanan kembali. Tapi diparkiran kami terhalang oleh para penjual pakaian dan kain yang gigih menawarkan dagangannya itu. Gak tega juga aku, mami dan Ade akhirnya beli beberapa kain dan kaos murah meriah (buat oleh2 hehehe). Oya, di tengah jalan kami sempat mampir di warung yang menjual buah2an, makan duren. Pokoknya Papi tuh jagonya deh kalo soal buah yang satu itu.

Sampai kembali di Tampak Siring. Semangat mendengarkan penjelasan dari Pak Putu kami gak habis2nya berfoto hehehee.. gak bisa liat pintu (ukiran Bali) nganggur dikit deh :). Memasuki pintu pertama kami bisa melihat beberapa orang yang sedang mandi di kolam. Ada beberapa mata air berbeda disepanjang pinggir kolam dengan makna/khasiat yang berbeda2 pula. Dulu aku dan mas sempet minum dari 2 mata air itu loh, yang katanya untuk awet muda dan kesehatan…hehehhe…. Tapi kali ini karena banyak yang mandi, jadi kami mengurungkan niat itu. Oya, memasuki setiap pura, kami diwajibkan mengikat pinggang dengan selendang yang disediakan. Tapi untuk yang bercelana/rok pendek diwajibkan mengenakan kain untuk menutupi kaki yang terliat berlebihan. Satu lagi, bagi wanita yang sedang datang bulan dilarang masuk areal Pura karena akan mengotori kesucian. Untung aku sudah minum Primolute (obat penunda Mens) sebelum liburan, jadi gak khawatir akan mengganggu.

Tidak terasa hari semakin sore, kami sampai pada tempat wisata terakhir, Mongkey Forest di Ubud. Di sini terdapat hutan kecil yang sejuk dengan banyak sekali monyet yang berkeliaran. Mereka cukup tenang dan tak mengganggu, tidak seperti monyet2 di Uluwatu dan Sangeh yang katanya tak bersahabat dan suka membuat ulah. Puas berfoto disamping monyet2 kami sempat meliahat taman kecil berisi rusa2, menengok sebuah pura kecil (dari luar) dan berfoto depan sebuah café kecil dipinggiran forest yang berbatasan dengan areal pemukiman penduduk. Dari sini Pak Putu mengajak kami menyusuri kota Ubud yang kecil tapi asri ini…udara yang sejuk, galeri2 kecil yang menjual lukisan dan kerajinan disepanjang jalan membuat aku berjanji akan kembali ke Bali lagi suatu saat nanti dan menetap di Ubud beberapa hari (pasti menyenangkan jika penginapannya terletak di pinggir/tengah sawah!). Sebelum kami keluar daerah Ubud, mas sempat mampir ke ATM untuk urusan pipis…hehehe….beneran loh, pipis di ATM! Hehehehe..maksudnya ambil uang di ATM. Dalam bahasa Bali, uang di sebut pipis. …hehehhe…. Kirain :)

Oya, Pak Putu menawarkan kami untuk berfoto dengan pakaian adat Bali. Harganya 75ribu per orang. Kontan saja aku dan adikku berseru kegirangan. Pak Putu membelokkan mobil ke gang sempit yang hanya memuat satu kendaraan dan berhenti di sebuah rumah berhalaman sempit yang pas2an 1 mobil. Di depan rumah tertulis menerima rias pengantin Bali. Suasana rumah atau studio foto itu dari ruang depan mirip dengan salon rumahan biasa tapi dengan beberapa pajangan barang kuno di sana sini. Setelah nego harga sewa costum dan cetak foto yang perlembarnya 10ribu rupiah, kami ber-3 (aku mas dan sylva) akhirnya didandani. Pakaian Bali sangat simple ternyata. Terdiri dari 4 belitan kain. 1 kain pengikat perut (untuk merampingkan perut kita :) sangat membantu sekali). 1 kain sarung yang diikat belitan semacam selendang panjang dari dada hingga pinggang, dan terakhir semacam selendang yang juga dibelitkan di dada. Butuh sekitar 3-5 menit saja memasangkan kain. Aku cantiiik loh pakai kain :) heheh GR..padahal setelah di make up dan dipakaikan mahkota kepala aku makin cantik lagi hihihihihih….. makin GR!
Lokasi foto di belakang salon ternyata cukup luaaas dan niat. Ada 2 panggung dengan setting rumah Bali lengkap dengan ukiran di pintunya dan beberapa setting pemandangan lainnya. Ternyata di sini tidak hanya terima rias pengantin saja, tapi ada ruang untuk latihan menari Bali. Mmmm…kapan ya aku bisa ikut latihan? Hehehehe… Si Fotografer berjanji akan mengantar hasil foto malam ini langsung ke hotel.

Waktu sudah menunjukkan lewat dari jam 7 WITA ketika kami meninggalkan studio foto dan perut sudah mulai tidak bisa diajak kompromi. Pa Putu membawa kami menuju sebuah restorant Chinese food di daerah Denpasar, tapi saat parkir kami malah tergoda dengan bau ayam goreng dari warung nasi uduk di sebrang jalan. Akhirnya kami pun menyebrang dan mengambil posisi ber-6 makan malam nasi uduk lengkap dengan lauk pauknya ala jakarta…hehehe…. Kalau sudah lapar, perut tak mau kompromi.

Setelah kenyang makan malam, kami bergerak kembali ke hotel. Perjalanan hari ini sangat menyenangkan karena kami bisa santai dengan waktu 12 jam keliling Bali. Tanpa schedule ketat membuat kami pun puas mampir2 kemanaaaa saja kami ingin melihat2 dan berfoto ria hahahhaa…

Sampai di hotel, suasana sangat tenang. Turis2 Jepang yang lain mungkin masih melancong keliling Bali di malam hari. Kami menyempatkan berenang sebentar…uuu…asiiik! Tau gak aku baru belajar gaya punggung (tanpa menggerakan tangan) di kolam itu hehehe… Sebelum tidur, berendam air hangat di bathab …. Mmm hari ini penuh semangat dan happy jadi belum merasa lelah :)
Sempat nyari roti dulu di Circle K buat ngemil hehehe...dasar. Pas kembali, kami dapat kiriman foto dari reception. Wah ternyata hasilnya memuaskan...bagus banget! Kita b-2 bener2 cocok jadi pengantin Bali loh :))

2 comments:

aisah said...

Hi there,

Blog nya bagus, seru ngebaca nya:) boleh tau engga itu toko handicraft waktu beli giraffe dimana ya tepat nya di Sukawati???

cheers

Diana said...

wah aku belinya di toko kecil dipinggir2 jalan sepanjang perjalanan...tapi lupa nama daerahnya. kalo ada kesempatan keliling tour pakai mobil (sewa pribadi), mending minta jalan2 di jalan tikus...(bukan jalan umum biasanya)... banyak tuh toko2/pengrajin2 yang mau menjual sedikit. bahkan ada yang belum di cat.. seru deh! met kalan2 ya

Related Posts with Thumbnails
Related Posts with Thumbnails