Thursday, July 27, 2006

Kejamnya Ibukota

Jam menunjukkan pukul 10 malam saat aku berdiri di depan sebuah mini market samping Univ Mercu Buana, menunggu angkot bernomor 09 yang akan mengantarku pulang. Kulihat seorang Bapak tua renta setengah bungkuk menyebrang jalan ke arah mini market mengumpulkan kardus bekas yang sepertinya memang sengaja ditaruh di depan mini market untuk pemulung2 sepertinya. Air mataku berkumpul di ujung mata, aku gak sanggup memperhatikannya merapihkan kardus2 bekas tersebut ke dalam gerobak yang ia parkir di tepi seberang jalan. Serenta itu ia masih harus berjuang. Pikiranku masih tak menentu bagaimana membantu si Bapak tua.... hiks! Cairan hangat menetes begitu saja saat teringat betapa berbedanya kami. Ia pergi pelan2 menarik gerobak yang penuh barang2 bekas. Terlambat lagi aku bertindak.... ia pergi menjauh.

Aku meneguk minuman penambah energi yang tadi kubeli dari mini market... mencoba redakan haru. Kini seorang bapak tua lainnya... terengah2 ia memikul beban 2 keranjang berisi pisang....masih cukup banyak. Mungkin dialah orang yang patut kubantu...pisang sereh, jawab si bapak pelan dengan napas agak terengah2 akibat kelelahan. 5 ribu seraya menunjukkan 5 jarinya saat kutanya berapa. Kurogoh uang bergambar Imam Bonjol segera dan memilih 1 sisir pisang yang sebenarnya tidak aku suka, tapi aku harus membantunya.

Malam2 seperti ini dipinggir jalan yang sepi aku baru melihat sisi lain kehidupan.... wajah2 penuh harap, tangan2 berdebu serta keringat perjuangan .... dan sepatutnya kita mengulurkan tangan meringankan beban, setidaknya menyungging secerca senyum demi perut2 kosong mereka yang menanti sesuap nasi. Yup, sesuap nasi ..... mungkin itu tujuan mereka bertahan hidup dalam kejamnya ibukota Jakarta.

1 comment:

Anonymous said...

Best regards from NY! »

Related Posts with Thumbnails
Related Posts with Thumbnails